Bercerita sedikit, akhir-akhir ini entah kenapa sedang cukup dibuat gusar dan tertampar, oleh sebuah buku yang bisa dibilang radikal pada jamannya. Adalah karya Paulo Freire, yang menyentakku dari belenggu, memaksaku utk 'flash back' dan menelusuri kembali relasi-relasiku dengan berbagai hal, tentang suatu bentuk kolonialisme, penjajahan tak kasat mata dan mendarah daging. Dehumanisasi yg mengakar tanpa sadar, mengerdilkan makna sebagai manusia, melestarikan hegemoni, dan memaksa kita utk menjadi generasi 'manut-manut bae'.
Lebih jauh lagi, seringkali aku tidak menyadari kalau mungkin aku adl bagian yg termatikan jiwanya, terjinakkan pikirannya. Pertanyaannya adalah, oleh siapa?
Kemudian muncul suatu analogi, sebagai contoh gajah di Way Kambas. Gajah-gajah disana pada saat ini sangat jinak, lebih 'nurut' pada kehendak manusia, bahkan manusia bebas 'mengekploitasi' tanpa batas. Padahal, pada hakikatnya, gajah pd jaman dahulu adalah bebas melakukan kehendak, mengikuti nalurinya, ketika tempat tinggal mereka semakin sedikit karena tergusur oleh manusia, mereka melakukan aksi 'protes' dengan caranya.
Tapi kok sekarang jauh berbeda? Jawabannya adalah karena gajah-gajah ini sudah bersekolah. Sekolah dengan sistem 'reward dan punishment'. Ketika mereka menuruti kehendak manusia, mereka akan diberikan reward yg mereka sukai, kemudian ketika mereka melakukan kesalahan, mereka akan diberikan punishment. Pendidikan semacam ini adl pendidikan yg hakikatnya adalah 'menjinakkan'.
Kenyataannya, pendidikan semacam ini masih diberlakukan di sistem pendidikan kita. Pendidikan yang 'menjinakkan'. Kembali lagi ke pertanyaan awal, siapa yang menjinakkan? dan siapa yg diuntungkan ketika kita terjinakkan? Atau lebih dalam lagi, apakah kita sadar kita sedang dijinakkan dan dimatikan nalar dan kritisnya? :)
