Menjadi Perempuan Itu Sulit

By Bella Sukardi - August 21, 2018

Kalau bicara soal perempuan, rasanya hampir semua aspek kehidupannya bisa dijadikan bahan diskusi dan sorotan. Tak heran, karena perempuan memiliki posisi sentral baik dalam lingkungan domestik (keluarga) maupun lingkungan sekitar. Hal ini tentu telah jauh berbeda dengan keadaan perempuan-perempuan terdahulu yang ruang lingkup kehidupannya hanya sebatas kasur, dapur dan sumur.

Ini adalah sebuah kemajuan yang gemilang, berkat pejuang-pejuang perempuan yang menyuarakan haknya untuk bisa setara dengan lawan jenisnya. Perlu ditekankan, setara bukan berarti sama. Tuntutan wanita untuk setara lebih kepada setara dalam hal mendapatkan pendidikan, kesempatan karir, dan oportunity dalam beberapa aspek kehidupan sosial, namun tetap pada koridor-koridor yang tidak menyimpang dari kodrat sebagai perempuan, terutama sebagai perempuan muslim.

Berbicara soal perempuan muslim ini sedikit tricky ya, salah-salah bisa dicap sebagai perempuan muslim feminis yang akrab dengan liberalisme. Menuntut hak-hak setara kerap kali di asumsikan dengan menyalahi kodrat dan mengingkari kitab umat muslim yaitu Al-Qur'an. Karena seringkali segala sesuatunya di pelintir dan menyimpang dari maksud dan tujuan awalnya. Tak jarang, segelintir orang bahkan salah dalam persepsi sehingga membuat segala hal menjadi lebih ruwet lagi.

Meski demikian, saat ini jaman mulai berbeda, segala informasi bisa diakses dengan mudah dan kesempatan berlogika dengan jernih terbuka lebar, tinggal ada kemauan atau tidak.

Globalisasi membuat perempuan masa kini mulai berperan aktif dalam segala lini kehidupan. Memiliki kesempatan pendidikan yang sama dengan lelaki juga bukanlah hal yang sulit, dan untungnya Indonesia bukanlah negara yang diskriminasi berbasis gender. Tidak ada gap soal karir dan salary antara perempuan dan laki-laki yang memiliki posisi dan kemampuan yang sama, keduanya  sama-sama memiliki peluang.

Namun, tentu tidak sepenuhnya mudah menjadi perempuan muslim yang aktif baik dalam karir maupun segala lini kehidupan. Karena, masih ada stigma dimana perempuan yang sukses dalam karir dan mandiri secara finansial tidaklah begitu membanggakan,  beda halnya dengan lelaki yang memiliki prestasi serupa. Perempuan cenderung tidak disukai baik oleh lawan jenis maupun sesama perempuan jika sukses dan prestasinya gemilang, sedangkan lelaki sebaliknya.

Perempuan yang sukses cenderung dianggap gagal dengan tugas domestik yang sudah semestinya menjadi prioritas, perempuan yang sukses seringkali di pandang merendahkan suami jika lebih unggul dalam karir dan finansial.

Ah, mengapa menjadi perempuan sebegitu membingungkan?

Pasrah, acuh tak acuh, dan berhenti menyuarakan pendapat serta menghapus mimpi seringkali menjadi opsi. Namun, tak jarang ketika perempuan memilih untuk tetap berada di bawah, justru diinjak dan dipandang sebelah mata. Tidak mandiri secara finansial justru di sepelekan, tidak berkarir dan memilih mengabdi pada keluarga dianggap tidak berpenghasilan. Belum lagi, jika bertemu dengan pasangan yang tidak mengerti betul soal kedudukan perempuan dalam Islam, perempuan dianggap tidak punya 'bargaining power' yang bisa diperlakukan apa saja.

Ah, sekali lagi, menjadi perempuan itu sulit.
Karena tidak semua orang memiliki sudut pandang yang luas. Tidak semua orang paham soal ilmu, dan tidak semua orang tahu bagaimana memposisikan diri.

Ini adalah sebuah tantangan besar yang perlu persiapan untuk menghadapi. Menjadi perempuan itu harus cerdas, harus jeli, dan harus paham mengatur porsi dan posisi. Harus paham betul ilmu dan pedoman yang di berikan Ilahi, biar tidak salah persepsi. Ya memang, menjadi perempuan harus multitasking, serba bisa menjadi apa saja dan berperan berbagai macam lakon di cerita yang berbeda.

Menjadi perempuan itu harus tangguh, karena jika tidak mau terbawa arus, harus kokoh berdiri ketika diterjang gelombang.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments