Ketika Teknologi Menjauhkan yang Dekat

By Bella Sukardi - March 05, 2018


https://www.pexels.com

Sore ini aku sedang duduk sambil baca buku di salah satu kedai kopi namanya Blanco Coffee & Book, tempat andalan untuk sekedar duduk baca buku pulang kantor sambil nunggu jalanan nggak macet, apalagi tempatnya deket banget sama kantor.  Super comfort place banget deh, koleksi bukunya juga ciamik banget, googling aja yang penasaran dimana tempatnya ya. 

Awalnya aku dateng buat nyantai sekedar baca buku sambil minum hot green tea latte, tapi kebiasaan ku untuk observe sekitar mengalahkan keinginan membaca ku dan mengubahnya menjadi hasrat kepo, kemudian berujung tulisan ini.

Karena habis hujan, dan jam-jam pulang kantor, kedai kopi ini masih lumayan sepi pengunjung, asik dan syahdu banget lah (?). Pelanggannya cuma ada aku, duduk di kursi sofa sendirian di pinggir jendela menghadap keluar, dua orang sepasarng pria dan wanita di seberang dan sepasang lagi di kursi bagian luar. 

Hampir satu jam aku duduk bolak-balik halaman buku (sok-sok an baca buku berbahasa Inggris, padahal nggak ngerti artinya), musik instrumen di kedai kopi yang lirih dan mengalun lembut bikin aku jadi..ngantuk. Nggak deng. Maksudnya bikin aku jadi penasaran, dua orang yang duduk di seberang sana hanya sesekali saja terlibat percakapan. Lebih sering masing-masing sibuk dengan gadget nya. Kok nguping? Bukan nguping, tapi mau nggak mau denger kalo ada percakapan, apalagi kedai lagi lumayan sepi ya kan, alibi.

"Liat deh, apdetannya si Rachel, dia lagi ke Aussie sekarang." Ucap si A kepada si B.
" Iya? " Tanya si B sambil liat layar HP si A. "Oiya." Ucap si B lagi. Kemudian bisa ditebak, hampir 20 menit selanjutnya keduanya tidak ada percakapan lagi, sibuk dengan gadgetnya masing-masing.

Oh, dari situ aku tau kalau mereka sedari tadi sibuk dengan akun sosial medianya. Senyum dan rekam suasana caffee bikin insta story, kemudian hening dan jarinya sibuk lagi.

Pasangan satunya? tidak jauh berbeda. Alih-alih melihat lawan bicaranya, keduanya sibuk dengan gadget masing-masing. Hanya sesekali terdengar percakapan, selebihnya? Hening. Jarinya aja yang meliuk-liuk geser naik turun, kanan kiri di layar gadget. Lebih parahnya lagi, salah satunya memakai headset di telinganya. Lalu, untuk apa datang berdua ke kedai kopi dan duduk bersama? Mending aku dong datang sendiri, seenggaknya tidak ada yang aku abaikan, selain buku bacaanku karena berubah haluan jadi ngamatin orang :p

Rupanya komunikasi yang intense dan hangat sudah jadi hal yang sangat mahal saat ini. Ketika duduk berdua berhadapan sudah tidak jadi sebuah momen untuk berbincang atau bertukar pikiran, Ketika ngobrol dan berinteraksi secara langsung dengan orang di hadapannya tidak semenarik scrolling timeline instagram.

Dan ketika bercanda dengan lawan bicara di hadapannya tidak seasik melihat siapa saja yang view insta story yang diposting. Rupanya, menatap layar dan melihat siapa yang like atau lihat postingan kita di sosial media jauh lebih penting dari pada menatap hangat lawan bicara serta terlibat percakapan yang nyaman. Atau, ketika saling menanyakan kabar secara personal sudah tidak terlalu dibutuhkan dan tergantikan dengan 'liat aja insta story' nya. 

Apakah masing-masing tidak bertanya-tanya dengan dirinya sendiri, ketika lawan bicaranya di kedai kopi lebih tetarik dengan gadget daripada berbincang dengannya? Ah entahlah, mungkin memang jamannya udah berbeda. Udah modern 'katanya'. Sampai-sampai saat duduk berhadap-hadapan tidak lagi dirasa perlu untuk berbincang.

Ah, mungkin aku yang terlalu kuno, aku yang nggak modern. Aku benci ketika lawan bicaraku sibuk dengan gadget nya. Aku tidak suka ketika lawan bicaraku tidak full attention ketika berinteraksi denganku. Karena aku pikir, semua orang bisa melakukan itu kapan saja dia mau ketika sendirian, bukan ketika sedang berinteraksi dengan orang lain. Aku benci melihat orang lain sibuk dengan ponselnya, sedangkan aku juga jadi sibuk dengan pikiranku yang berlarut-larut bahwa aku tidak lebih menarik daripada sebuah linimasa di sosial media. Buatku ini bukan soal majunya teknologi, ini soal setting priority dan menghargai orang lain. Ah jaman sekarang memang lucu.

Mungkin, nanti dunia ini akan berubah jauh lebih canggih, ketika orang tua mendidik dan berinteraksi dengan anak-anak tidak dengan berbincang, tidak dengan pelukan. Tapi dengan aplikasi khusus yang dirancang di ponselnya masing-masing tanpa perlu saling berbincang dan bertemu.

Teknologi oh teknologi. Benar-benar jadi sangat sakti. Mampu meruntuhkan jarak terbentang meski beribu-ribu kilometer. Bisa ngobrol bertatap muka meski ada di belahan dunia yang berbeda. Tapi, teknologi juga yang berperan melemparkan dua orang yang saling duduk berhadapan ke dua dunia yang tidak saling bersinggungan.

Ketika teknologi mendekatkan yang jauh, dan menjauhkan yang dekat. Dua wajah teknologi yang harusnya bisa manusia manfaatkan dengan bijak dan jeli.

Salam berbagi.




  • Share:

You Might Also Like

0 comments