Si Follower

By Bella Sukardi - January 24, 2018

https://www.pexels.com/

Tulisan sore hari ini dibuat dengan perasaan setengah penasaran, setelah nggak sengaja ngeliat linimasa di instagram. Ceritanya, beberapa waktu lalu, aku pernah bikin update instastory, twitter, postingan di instagram’s feed, dan blog untuk sekedar mengungkapkan pendapat apa yang aku pikirin. Aku nulis beberapa update soal common problem di social life seperti catcalling, etika bertutur kata di sosial media, udah mahasiswa kenapa ngamen, support usaha temen, dan beberapa status yang menggelitik soal beberapa hal berdasarkan apa yang aku observe.

Rasa penasaran ini mulai ada, setelah kesekian kalinya si follower di instagram ini menggunakan 100% kata-kata dan status yang pernah aku post, di akun pribadi miliknya seolah-olah dia yang sedang berpendapat, tentunya dengan nama dan identitas personalnya dong. Oke. Ini bukan soal nggak boleh atau soal wajib cantumin credit, bukan. Mau copy pendapat aku, atau mau reshare it’s okay, berarti apa yang aku tulis ternyata ngaruh juga ya sama orang lain, pikirku senang di dalam hati, awalnya. Padahal semuanya serba ngaco :( 

Kemudian, segala sesuatu yang aku post di beberapa akun sosial media dia copy dan dijadikan postingannya. Well, oke. Aku nyoba untuk berpikir positif, mungkin dia 100% setuju dengan semua pendapat aku. Selama yang aku share ternyata bermanfaat buat dia dan follower di sosial medianya, why not ? Aku masih berusaha untuk positive thinking dong, sambil agak happy ternyata ada ya orang yang mau baca status sampah aku :( 

Tapi ternyata si follower ini nglakuin lebih dari apa yang aku bayangin. Nggak hanya kata-kata dan status di sosial media aja yang dia copy paste. Rupanya, diam-diam dia seperti copy juga ‘personality’ aku dan try to be me. Lagi-lagi ini bukan soal geer, bukan. Beberapa kali dia curi foto di instagram’s feed aku yang nggak keliatan mukanya, dia copy semua cara aku share dan posting sesuatu, dia copy gaya fashion aku, dan so many more. Dia sepertinya ingin duplicate apapun yang aku lakuin. Dan aku rasa, itu udah mulai nggak ‘normal’ dan sudah jauh dari batas sewajarnya. Aku juga nggak tau apa yang menarik dari aku sampai-sampai dia mau jadi kayak aku. Heran juga sih, aku aja ngerasa kang bakso kadang jauh lebih menarik personality dan prestasinya dari pada aku. Mbak, kayaknya salah orang deh  Y.Y

Dari sini, aku mulai penasaran dan berfikir, kenapa repot-repot harus semirip bahkan menjadi orang lain?

Aku nggak ngerti kenapa banyak sekali orang ingin menjadi orang lain dan bahkan setting perilakunya seperti orang yang dia anggap ‘menarik’ mungkin? Atau, dia berpikir ketika duplicate personality orang lain itu akan bikin orang immpressed. Padahal, ketika aku telusuri, si followers ini punya sosial life yang mungkin lebih baik dari pada aku, memiliki wajah yang cantik, dan memiliki segala kelebihan, dan minim sekali kekurangan. Oh  kecuali satu, percaya diri mungkin? Karena hanya orang-orang yang tidak percaya diri dan tidak mencintai diri sendiri yang mencoba untuk duplicate dan menjadi orang lain. Padahal, you don’t need to be someone else for attract the other people btw.

Aku juga jadi berpikir dan introspeksi diri, mungkin aku terlalu strong ngebangun image ku di sosial media, showing yang bagus  aja padahal hidup aku gak bahagia-bahagia amat, atau terlalu intense update social life aku, sampai-sampai orang yang ngeliat jadi kurang bersyukur dengan dirinya sendiri. Namanya juga manusia, ngeliat rumput tetangga selalu lebih hijau, padahal pas di deketin eh ada tai kucingnya. Ups. Canda. So, dari sini aku sekarang mutusin buat sangat-sangat selektif share sesuatu di sosial media.

Kenapa begitu? Kok lebay amat? Oke. Sederhanya nya begini, ketika seseorang post wajah yang mulus, cantik dan bersih di sosial media dengan caption #nofilter (pake hastag #nofilter segala lho seakan akan pengin nunjukin ke seantero sosial media kalo gak pake apa-apa aja udah cantik), ketika ada orang yang mungkin tidak memiliki wajah semulus itu melihatnya, mereka secara psikologis jadi terpengaruh dan menjadi tidak bersyukur atas dirinya sendiri. Bukan salah yang posting emang sih, dan orang mungkin bakal komentar “muka-muka gue, kok lo sirik?” atau “Napa lu jadi nggak percaya diri karena liat foto gue? Apa urusannya? “ dan lain sebagainya. Tapi aku personal nih ya, lebih suka untuk nggak buat orang lain feeling bad tentang dirinya sendiri.

Salam berbagi.


  • Share:

You Might Also Like

0 comments