Quarter-Life Crisis

By Bella Sukardi - January 16, 2018


https://www.pexels.com/

Happy New Year 2018!



Di momen awal tahun 2018 ini, saya tidak akan membahas soal resolusi yang sedang asik digembar-gemborkan disana-sini. Justru, di awal tahun ini saya semakin menyadari bahwa usia saya sudah hampir 25 tahun beberapa bulan lagi. Saya masih ingat betul, ketika saya masih di sekolah dasar, saya memimpikan suatu jalan kehidupan yang simpel sekali. Lulus sekolah dasar lanjut ke SMP, kemudian SMA, masuk perguruan tinggi, wisuda, bekerja, mapan dan sukses, menikah dan kemudian memiliki anak. Terlihat sangat mudah dan simpel bukan ? 

Tapi ternyata jalan hidup tidak sesimpel itu. Menuju sukses ternyata cukup berliku. Ekspektasinya, diumur 25 tahun saya telah mencapai impian-impian, tapi nyatanya tidak demikian. Perasaan khawatir seringkali muncul. Khawatir tentang masa depan dan kekecewaan diri karena diusia ini belum mapan mental dan finansial serta belum mencapai di tahap 'sukses' versi yang kita angankan. Galau soal karir, merasa bosan, dan cenderung menilai pekerjaan dan kehidupan saat ini tidak seperti yang diinginkan. Merasakan ketidakpastian, kesepian, cemas dan seringkali 'lost' dan tidak tahu mau jadi apa dimasa depan.

Pernahkan anda merasakan hal demikian? Apabila iya, mungkin kita saat ini tengah berada di fase Quarter-life Crisis

Dilansir dari laman Cosmopolitan, sebenarnya awal mula istilah Quarter-life Crisis ditemukan oleh Abby Wilner sesaat setelah dia tidak tahu akan melakukan apa di hidupnya. Secara garis besar, Quarter-life Crisis merupakan sebuah masa transisi seorang individu ke sebuah kematangan atau kedewasaan. Fase ini biasanya terjadi di awal usia 20-an hingga 30-an.

Di fase ini seseorang dihadapkan kepada berbagai macam pilihan, seperti pilihan karir, finansial, relationship, dan lingkaran sosial. Ditambah lagi, individu mengalami sebuah tekanan idealisme diri yang mengharuskan sukses di usia muda, dan adanya kekecewaan diri belum memenuhi ekspektasi. Individu juga mulai memikul sebuah tanggung jawab baru, adanya tekanan sosial memiliki pasangan hidup dan beberapa tekanan lainnya.

Ada beberapa tanda-tanda yang mungkin terjadi pada anda yang mengalami Quarter-life Crisis :
- Adanya kekecewaan diri karena tidak bisa memenuhi ekspektasi atau impian pribadi
- Merasa gagal karena karir yang dimiliki saat ini tidak sesuai dengan bidang yang disukai
- Feeling insecure ketika berbicara soal target masa depan
- Merasa karir yang dimiliki tidak berkembang / stagnan
- Munculnya stress soal finansial
- Seringkali bingung dengan jati diri
- Munculnya perasaan bahwa orang lain memiliki hidup yang lebih baik
- Sering merasa kesepian dan kehilangan sesuatu dalam diri
- Kehilangan kedekatan dengan teman-teman sekolah atau kuliah
- Bosan dan tidak puas dengan pekerjaan saat ini

Banyak orang yang memiliki ekspektasi dan semangat menggelora di usia 20-an, dimana mereka mentargetkan diri untuk sukses 'versi' mereka di usia sebelum 30-an. Mimpi yang tinggi, ambisi yang menggebu, dan energi yang begitu besar dianggap mampu mewujudkan impian sampai dipuncak sukses yang diharapkan. Namun, ketika ada salah satu keadaan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, mereka menjadi cemas dan khawatir telah messed up in life. Merasa gagal dan sangat insecure soal masa depan. Inilah yang kemudian membuat mereka berada di fase Quarter-life Crisis.

Simpelnya seperti ini, seorang individu ketika berada di bangku perguruan tinggi memiliki sebuah ambisi dan impian ingin cepat-cepat lulus, mendapatkan pekerjaan dengan gaji sekian, mandiri secara finansial dan mampu secara materil. Namun pada kenyataannya, baru memasuki tahap pencarian pekerjaan saja sangat 'tidak mudah', lontang-lantung kesana kemari. Belum lagi ketika sudah mendapatkan pekerjaan, ternyata sulit sekali mencapai sebuah karir yang gemilang. Disaat itu, individu menyadari bahwa dunia kerja itu 'keras' dan tidak semulus apa yang diangankan.

Atau, contoh lainnya seorang individu yang sudah mencapai target karir yang cemerlang, target yang ingin dicapai selanjutnya adalah memiliki pasangan hidup di usia 26 tahun. Namun, karena terlalu sibuk mengejar karir, tak terasa usianya sudah menginjak 28 tahun, jangankan pasangan hidup, lingkaran sosialnya saja seakan tidak memberikannya peluang untuk mencari pendamping. Sedikitnya waktu dan makin sempitnya pergaulan, membuat individu ini mau tidak mau merasa insecure soal pasangan hidup. 

Hal inilah yang perlahan-lahan membuat harapan yang sebelumnya dibuat pertama kali tidak sesuai dengan kenyataan. Reality shock inilah yang membuat individu tersebut mengalami sebuah krisis yang sering disebut dengan Quarter-life Crisis.

Apakah anda merasakan hal demikian?
Jika iya, mungkin beberapa referensi cara menghadapi Quarter-life Crisis  bisa anda baca di postingan saya selanjutnya. 

Salam berbagi. 



  • Share:

You Might Also Like

2 comments

  1. Tulisan yang sangat bagus untuk dibaca di awal tahun ini.
    btw, kasian individu 28 tahun itu ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thank you! iya kasian. Btw semoga bermanfaat. Cheers ^^

      Delete