Idealisme Fresh Graduate

By Bella Sukardi - December 26, 2017

“ Kok gajinya dikit gitu mau sih, kan lulusan universitas terkenal, gaji awal minimal sekian juta lah..” 
“ Kita ini lulusan dari UGM, dapet kerja masa gajinya UMR doang? “ 
“ Nggak mau ngelamar itu ah, gajinya segitu doang..” 
“ Lulusan Univ terkenal kok mau-maunya kerja gajinya segitu doang..”

Dan banyak sekali pernyataan lain yang kerap kali saya dengar baik dari rekan akademisi, saudara, bahkan hingga orang tua. Tidak ada salahnya memang, memiliki standar yang tinggi soal pekerjaan yang ingin dimiliki setelah lulus kuliah dari perguruan tinggi yang mumpuni. Dan normal memang, memiliki target jenjang karir dengan posisi penting dan gaji yang tinggi, kalau tidak justru patut untuk dipertanyakan dan bisa jadi indikasi kurang motivasi.

Namun, terkadang idealisme tersebut ditelan mentah-mentah tanpa melihat beberapa sisi. Berbekal Ijasah lulusan perguruan tinggi yang katanya ‘ternama’, dengan indeks prestasi komulatif pas-pasan seorang fresh graduate merasa dirinya sudah sangat layak mendapatkan suatu pekerjaan dengan posisi dan gaji tinggi, tidak salah memang, namun untuk mencapai suatu posisi yang tinggi tentu tidak cukup hanya berbekal selembar trakskrip nilai ‘teori’ meski nilainya cukup menarik hati.

Bukan tidak ada, seorang fresh graduate ditawarkan posisi penting dengan gaji tinggi, namun biasanya golongan ini bukanlah fresh graduate yang ‘biasa’ saja, banyak faktor pengaruhnya. Bisa jadi memiliki segudang prestasi yang cemerlang, memenangkan kompetisi bergengsi tertentu, aktif di organisasi dan memiliki dedikasi yang tinggi, memiliki kemampuan ‘spesial’ yang dibutuhkan perusahaan tersebut, atau hanya sekedar beruntung, dan banyak faktor lain. Lalu, apa kabar dengan lulusan ‘biasa-biasa’ saja?

Banyak sekali golongan ‘biasa-biasa saja’ ini memiliki idealisme yang sangat tinggi soal karir tanpa memikirkan sesuatu mesti berproses. Sering kali terlupa, kenyataan bahwa perguruan tinggi dalam negeri setiap tahun mencetak sarjana mencapai puluhan ribu bahkan lebih, yang mungkin dengan kemampuan yang jauh lebih baik. Belum lagi lulusan perguruan tinggi dari luar negeri yang saat ini memiliki kedudukan dalam bidang pendidikan yang cukup bergengsi. Jumlah sarjana yang diwisuda tentu tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia, sehingga kompetisi makin ketat dan standar untuk mendapatkan posisi tertentu akan semakin tinggi, dan makin tinggi lagi.

Kemudian yang harus ada di pikiran harusnya bukanlah melulu soal ‘saya lulusan dari perguruan tinggi ternama, harusnya saya mendapatkan gaji sekian’ padahal ketika di telisik pengalamannya nol besar dan kemampuannya standar. Harusnya yang jadi bahan renungan adalah:

“Sudahkan memiliki kualifikasi yang layak untuk bersaing di kerasnya dunia kerja?”

Karena memang benar adanya pepatah ‘diatas langit-masih ada langit’, kalau tidak terus meng-upgrade diri akan tertinggal semakin jauh, dan yang tak kalah penting adalah untuk mencapai sebuah tujuan perlu berproses.

Salam berbagi.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments